propile saben wayang




Raden Abimanyu01

Abimanyu

Abimanyu dalam pewayangan Jawa
Dalam khazanah pewayangan Jawa, Abimanyu, sebagai putra Arjuna, merupakan tokoh penting. Di bawah ini dipaparkan ciri khas tokoh ini dalam budaya Jawa yang sudah berkembang lain daripada tokoh yang sama di India.
Dikisahkan Abimanyu karena kuat tapanya mendapatkan Wahyu Makutha Raja, wahyu yang menyatakan bahwa keturunannyalah yang akan menjadi penerus tahta Para Raja Hastina. Abimanyu dikenal pula dengan nama Angkawijaya, Jaya Murcita, Jaka Pengalasan, Partasuta, Kirityatmaja, Sumbadraatmaja, Wanudara dan Wirabatana. Ia merupakan putra Arjuna, salah satu dari lima ksatriaPandawa dengan Dewi Subadra, putri Prabu Basudewa, Raja Mandura dengan Dewi Dewaki. Ia mempunyai 13 orang saudara lain ibu, yaitu: Sumitra, Bratalaras, Bambang Irawan, Kumaladewa, Kumalasakti, Wisanggeni, Wilungangga, Endang Pregiwa, Endang Pregiwati, Prabakusuma, Wijanarka, Anantadewa dan Bambang Sumbada. Abimanyu merupakan makhluk kekasih Dewata. Sejak dalam kandungan ia telah mendapat “Wahyu Hidayat”, yang mampu membuatnya mengerti dalam segala hal. Setelah dewasa ia mendapat “Wahyu Cakraningrat”, suatu wahyu yang dapat menurunkan raja-raja besar.
Abimanyu mempunyai sifat dan watak yang halus, baik tingkah lakunya, ucapannya terang, hatinya keras, besar tanggung jawabnya dan pemberani. Dalam olah keprajuritan ia mendapat ajaran dari ayahnya, Arjuna. Sedang dalam olah ilmu kebathinan mendapat ajaran dari kakeknya, Bagawan Abiyasa. Abimanyu tinggal di kesatrian Palangkawati, setelah dapat mengalahkan Prabu Jayamurcita. Ia mempunyai dua orang istri, yaitu:
Abimanyu gugur dalam perang Bharatayuddha setelah sebelumnya seluruh saudaranya mendahului gugur, pada saat itu kesatria dari Pihak Pandawa yang berada di medan laga dan menguasai strategi perang hanya tiga orang yakni BimaArjuna dan Abimanyu. Gatotkaca menyingkir karena Karnamerentangkan senjata Kunta Wijayadanu. Bima dan Arjuna dipancing oleh satria dari pihak Korawauntuk keluar dari medan pertempuran, maka tinggalah Abimanyu.
Ketika tahu semua saudaranya gugur Abimanyu menjadi lupa untuk mengatur formasi perang, dia maju sendiri ke tengah barisan Kurawa dan terperangkap dalam formasi mematikan yang disiapkan pasukan Kurawa. Tak menyiakan kesempatan untuk bersiap-siap, Kurawa menghujani senjata ke tubuh Abimanyu sampai Abimanyu terjerembab dan jatuh dari kudanya (dalam pewayangan digambarkan lukanya arang kranjang = banyak sekali). Abimanyu terlihat seperti landak karena berbagai senjata menancap di tubuhnya. Konon tragedi itu merupakan risiko pengucapan sumpah ketika melamar DewiUtari, bahwa dia masih belum punya istri dan apabila telah beristri maka dia siap mati tertusuk berbagai senjata ketika perang Bharatayuddha. Abimanyu berbohong karena ketika itu sudah beristrikan Dewi Siti Sundari.
Dengan senjata yang menancap diseluruh tubuhnya sehingga dia tidak bisa jalan lagi tidak membuat Abimanyu menyerah dia bahkan berhasil membunuh putera mahkota Hastinapura (Lesmana Mandrakumara putera Prabu Duryudana) dengan melemparkan keris Pulanggeni setelah menembus tubuh empat prajurit lainnya. Pada saat itu pihak Korawa tahu bahwa untuk membunuh Abimanyu, mereka harus memutus langsang yang ada didadanya, kemudian Abimanyu pun gugur oleh gada Kyai Glinggang atau Galih Asem milik Jayadrata, satria Banakeling.

Baladewa, Prabu

Raden Kakrasana waktu jadi raja di Madura bergelar Prabu Baladewa. Ia naik tahta setelah menjadi menantu Prabu Salya, raja di Madraka. Ketika itulah ia mendapat gelar Prabu Baladewa, karena pada waktu kawin dihadiri oleh para dewa. Ia mendapat hadiah dari Betara Guru berupa senjata Algora dan diberi nama oleh dewa Kusumawalikita, Balarama, Basukiyana. Hyang Narada memberi nama Alayuda. Setelah menjadi raja ia memihak pada Kurawa dan memusuhi Pandawa, saudara misannya sendiri. Karena kesaktian Prabu Baladewa itu dipandang oleh Sri Kresna tidak akan tertandingi, maka menjelang perang Baratayudha, ia ditipu oleh Sri Kresna supaya bertapa di Grojogan Sewu.
Setelah Prabu Baladewa mendapat nasehat Sri Kresna, ia menuju tempat yang ditunjuk dan bertapa di Grojogan Sewu. Pada saat bertapa di air terjun, terlihat darah mengalir dan mengertilah ia bahwa perang Baratayudha telah terjadi. Setelah perang, Prabu Baladewa kembali Ke Hastinapura, dan mengetahui kekalahan Kurawa dan binasa di medan perang. Kemudian Prabu Baladewa mengikuti Pandawa mengasuh Prabu Parikesit hingga ajalnya.
Prabu Baladewa mempunyai senjata bernama Nanggala, kesaktiannya tak seorang pun yang mampu menahannnya sekalipun ia dewa.

SEMPATI

Burung
SEMPATI  adalah burung Garuda yang dapat berbicara seperti manusia. Garuda Sempati adalah putra ketiga Resi Briswawa, yang berarti masih keturunan langsung Dewi Brahmanistri, putri Bathara Brahma. Ia mempunyai tiga saudara kandung masing-masing bernama; Garuda Harna, Garuda Brihawan dan Garuda Jatayu yang menjadi sahabat karib Prabu Dasarata, raja negara Ayodya.
Garuda Sempati bersahabat karib dengan Resi Rawatmaja dari pertapaan Puncakmolah. Ia pernah menyelamatkan Resi Rawatmaja dan Dewi Kusalya, putri Prabu Banaputra raja negara Ayodya dari kejaran Prabu Dasamuka, raja negara Alengka. Sempati kalah dalam pertempuran melawan Prabu Dasamuka. Seluruh bulu di tubuhnya dicabuti oleh Prabu Dasamuka.  Kemudian dalam keadaan terondol tubuh Sempati dilempar jauh ke angkasa, jatuh di lereng gunung Warawendya.
Dalam sisa hidupnya, dengan mantra sakti penawar racun ajaran Resi Rawatmaja, Sempati masih bisa menolong Anoman dan laskar kera Pancawati yang menderita kebutaan matanya karena diracun oleh Dewi Sayempraba, putri Prabu Wisakarma dari Gowawindu. Ia meninggal hanya beberapa saat setelah kepergian Anoman dan laskar keranya.

Pandu

Prabu Pandudewanata ialah putera kedua Prabu Abyasa, raja di Hastinapura, bapak kelima Pandawa. Prabu Pandudewanata berpermaisuri dua orang puteri. Pertama, Dewi Kuntinalibrata, puteri prabu Kuntiboja, raja di Madura, berputera: Yudistira, Wrekudara dan Arjuna. Kedua adalah Dewi Madrim, puteri raja dan berputra Nakula dan Sadewa (kembar. Kelima saudara inilah yang disebut Pandawa.
Prabu Pandu tak lama bertahta di Hastinapura, karena suatu kesalahan yang dipandang besar oleh Dewa. Adapun kesukaan Pandu ialah berburu di hutan. Pada suatu kali ia keliru membunuh dua ekor kijang, yang sebenarnya berasal dari seorang pendeta dan isterinya. Kekeliruan itu menjadikan kemurkaan Dewa, hingga Pandu diambil oleh Dewa dengan badan kasarnya dan dimasukkan ke dalam Kawah Candradimuka (neraka). Tetapi dengan kesaktian Begawan Abyasa, disusullah Pandu dan diminta oleh Abyasa akan dibawa kembali ke dunia, tetapi para Dewa tak meluluskan, hanya Pandu diangkat ke Surga dan menjadi Dewa.


WISNU

Sang Hyang
Sang Hyang Wisnu seorang Dewa putra Hyang Guru. Halusnya menitis, menjelma pada raja-raja dan ksatria-ksatria. Hyang Wisnu pernah juga menjadi raja di muka bumi ini sebagai manusia biasa bertakhta di Purwacarita dengan gelar Sri Maharaja Budakresna.
Mereka yang mendapat titisan Hyang Wisnu, menjadi orang orang yang sakti dan waspada. Yang mendapat titisan Wisnu ialah: Prabu Arjunasasrabau dari Maespati, Patih Suwanda di Maespati, Sri Rama, Arjuna dan Prabu Kresna. Penitisan juga terjadi sesudah zaman Purwa, ialah pada Prabu Jayabaya di Kediri.
Ketika Dewa ini dilahirkan, bumi terpengaruh hingga getar, sampai-sampai Betara Guru pun jatuh terpelanting.
Setelah dewasa, ia beristrikan Dewi Setyabama, putri Hyang Pancaresi, Hyang Wisnu bisa tiwikrama, menjadi raksasa yang tidak terhingga besarnya dan memiiki senjata cakra yang sangat sakti. Kesaktian dan senjata cakra itu digunakan oleh titisan Wisnu sebagai bukti bahwa mereka memang titisannya. Hyang Wisnu merupakan pokok pangkal yang memulai keturunan Pendawa dan ia berbesan dengan Hyang Brama.
Asal mula Hyang Wisnu mendapat bunga Wijayakusuma ialah sewaktu ia akan kawin dengan Dewi Pertiwi yang minta sebagai jujur bunga Wijayakusuma.
Semula bunga itu dimiliki oleh Begawan Kesawasidi. Tersebutlah, ketika Hyang Wisnu akan kawin dengan Dewi Pertiwi, maka bunga tersebut dipinjam oleh Hyang Wisnu untuk digunakan sebagai jujur. Permintaan itu dikabulkan. Tetapi untuk lengkapnya, barang siapa memiliki bunga itu harus memiliki pula kulitnya dan kulit itu dimiliki oleh Prabu Wisnudewa dari negara Garbapitu. Kulit bunga yang bertempat di dalam mulut seekor banteng (lembu hitam) dapat direbut oleh Hyang Wisnu dari mulut banteng itu. Terkabullah perkawinan Hyang Wisnu karena bisa mengadakan jujur yang diminta.
Menurut adat-istiadat Sala, pada waktu di situ masih terdapat seorang raja, maka pemetikan bunga Wijayukusuma dari Pulau Nusakambangan dilakukan oleh seorang ulama atas titah raja.

0 komentar:

Posting Komentar